:::::: Kewajiban ku hanyalah menyampaikan ::::::

Kamis, 06 Juli 2017

ANJING LEBIH ARIF DARI KYAI



Bismillah, wash shalaatu wassalaamu 'alaa sayyidina Rasulillaah, amma ba'du:
Berkaitan dengan isu yang lagi santer tentang seorang muslim yang mengatakan bahwa Kyai sama dengan anjing, atau anjing lebih arif daripada Kyai, maka:
Sebagai bentuk tanaasuh sesama muslim dan bagian daripada at-tawaashi bil haq, yang semoga dengannya kita semua termasuk orang yang beruntung dan tidak merugi seperti dalam surat Al-Ashr,Juga sebagai bentuk bayan kepada keumuman kaum muslimin agar tidak tergelincir dalam fitnah yang dibawa orang munafik yang fasihul lisan, sehingga yang tidak tahu menganggap itu benar dan suatu perkara yang lumrah,Dan sebagai bentuk sarana untuk mendapat pahala tinggi dari sisi Allah dan mengharap maghfirah daripadaNya

Kami akan menulis beberapa poin berikut ini sebagai bentuk bayan atas pernyataan yang bersangkutan. Semoga Allah ta'ala memberikan kepada kami taufiq dan hidayah saat jari-jari tangan ini mengetik.

Pertama
Saya kira, kalau yang bercerita itu orang muslim, ia tidak akan berani mempermainkan agama dan menjadikan agamanya sebagai bahan tertawaan. Karena jelas melecehkan para ulama' dan kiyai. Inti dari perkataannya adalah anjing lebih baik dari kyai.

Kami kira muslim yang benar-benar baik Islamnya tidak akan berani melakukan hal itu. Ini hanya dilakukan orang munafik. Yaitu orang dari luar Islam yang mengaku sebagai muslim kemudian menjadikan Islam sebagai bahan tertawaan.

Sekali lagi. Orang yang benar-benar beriman, yang dalam hatinya memang ada iman. Ia tidak akan berani mengucapkan hal itu, apalagi sampai menceritakannnya kepada khalayak ramai.

Dalam Sahih Muslim, no. 357 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata:
جَاءَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلُوهُ إِنَّا نَجِدُ فِى أَنْفُسِنَا مَا يَتَعَاظَمُ أَحَدُنَا أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ. قَالَ: ((وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ؟)). قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: ((ذَاكَ صَرِيحُ الإِيمَانِ)).

Datang beberapa orang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Mereka bertanya kepada beliau: "Sesungguhnya kami mendapatkan dalam diri kami, perkara yang seseorang dari kami menganggap besar atau bahaya, jika kami mengatakannya." Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: "Apakah kalian benar telah mendapatkan hal itu?!" Para sahabat menjawab: "Benar." Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengatakan: "Itu adalah keimanan yang murni."
            Maksudnya: Seorang mukmin jika mendapatkan perkara yang membuat ragu dalam agamanya, ia tidak berani mengatakannya apalagi menyampaikannya kepada orang lain. Ia sangat takut jika Allah menghukumnya atas hal itu. (lihat: Al-Maziri, Al-Mu'lim bi fawaid Muslim, 1/313, no. 69)

Maka  jika seseorang berani mengatakan perkara-perkara yang membuat orang lain ragu terhadap agamanya, sehingga tidak bisa membedakan antara Kyai dengan anjing, antara ulama' dengan orang yang urakan, menunjukkan dia bukan seorang mukmin. Dan tidak ada iman dalam hatinya.

Kedua
Orang munafik, sejak dahulu memang senantiasa mentertawakan agama kita. Sebagaimana diabadikan Allah dalam surat Al-Munafiqun ayat 8.
{يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ } [المنافقون: 8]
"Mereka berkata: 'Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya'." (QS. Al-Munafiqun: 8)
Maksudnya: Mereka itulah yang kuat. Dan akan mengusir Nabi r dan para sahabat dari kota Madinah.
Jadi, jika ada orang mengaku sebagai alim, kemudian mempermainkan agama Islam, yakinlah itu adalah orang munafik. Sebagaimana biasa dilakukan Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Munafiq pada zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dahulu.

Ketiga: 
Pada kisah yang dibawakannya, dia mengatakan anjing melapor kepada Allah dan Allah membenarkan tindakan anjing.
Ini menunjukkan Allah telah melakukan tindakan bodoh, karena membela anjing yang jelas-jelas bersalah. Jelas anjing menggigit duluan, liurnya juga najis mughalladzah, masak orang membela diri karena digigit anjing malah disalahkan. Maha suci Allah dan Maha mulia dari omong kosong dan bualan orang-orang bodoh itu.

Sesuai syariat Islam mestinya Allah malah menghukum anjing. Karena mencelakai orang lain, apalagi mau beribadah kepada Allah dengan menggunakan baju yang paling baik. Karena Allah memerintahkan:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ ﴿٣١﴾
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (QS. Al-A'raaf: 31)
Kalau anjing jelas bersalah kemudian dibela, ini ajaran apa?! Dalam islam orang bersalah, harus dihukum. Makanya ada potong tangan bagi yang mencuri lebih dari seperempat dinar. Ada qishash bagi orang yang membunuh seenaknya.

Tidak ada dalam Islam, orang berbuat salah kemudian dibenarkan. Itu hanya undang-undang manusia. Orang bersalah malah dilindungi sementara yang melapor dan menuntut keadilan atas orang yang mendzaliminya malah dijebloskan dalam penjara.

Keempat: 
Kalau orang mukmin biasa tidak berani mempermainkan Allah dan Malaikat, tentunya ulama' lebih tidak berani lagi. Karena orang alim disebut "alim" karena rasa takutnya kepada Allah. Allah ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء ﴿٢٨﴾
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (QS. Faathir: 28)
            Jika ada ulama' tapi tidak takut kepada Allah maka dia bukan ulama' tapi ngelama'. Karena  orang alim pasti takut kepada Allah. Takut Allah akan menghukumnya. Takut akan hari hisab yang sangat sulit. Dan takut jika Allah menghapus amal baiknya melalui tindakan buruknya.
            
Kelima: 
Orang yang menjadikan Allah, Malaikat, Rasulullah, dan agama sebagai bahan tertawaan adalah orang kafir. Dan setiap muslim yang melakukan hal itu berarti telah membatalkan keislamannya. Karenanya harus bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuhaa. Allah berfirman:
{لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ} [التوبة: 66]
"Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman." (QS. At-Taubah: 66)
            Allah menurunkan yang demikian, karena ada orang munafik yang berkata:
((مَا رَأَيْتُ مِثْلَ قُرَّائِنَا هَؤُلَاءِ، أَرْغبَ بُطُونًا، وَلَا أكذبَ أَلْسُنًا، وَلَا أَجْبَنَ عِنْدَ اللِّقَاءِ))
"Saya tidak pernah menjumpai orang-orang seperti para qurra' (para sahabat penghafal Al-Quran) kita. Paling banyak makan. Paling dusta lisannya. Dan paling pengecut dalam peperangan."
            Sebagaimana disebutkan Al-Hafidz Ibnu Katsir (4/171) perkataan di atas diucapkan orang-orang munafik sebagai bentuk candaan dan tertawaan untuk menyegarkan suasana. Tapi berhubung, candaannya berkaitan dengan orang-orang salih yang hafal Al-Quran, juga para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dan ini berarti berkaitan dengan masalah agama maka Allah pun murka dan mengatakan:
{أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ}
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman." (QS. At-Taubah: 65-66)
            Siapa pun yang mengolok-olok ulama', jenggot, jilbab, menutup aurat, gamis, pakaian-pakaian yang syar'i dan lain sebagainya, sesungguhnya ia telah kafir setelah beriman. Hingga Allah tidak menerima maafnya.

Inilah saudara sekalian, bayan dari kami. Semoga bermanfat dan menjadi bahan renungan bagi setiap muslim, sehingga tidak sembarangan melontarkan perkataan, dan segera tahu tindakan munkar yang terjadi meski itu dari orang yang dianggap sebagai alim sekalipun.

Wallaahu a'lam.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © :::::: HAQQUL IMAN :::::: | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com