Surat terpanjang di dalam Alquran adalah Surat Albaqarah. Dari ayat ke 41 dan seterusnya, surat ini bercerita tentang kehidupan Bani Israil. Dan di antara potongan kisah dalam sejarah Bani Israil yang diceritakan di dalam suratul Baqarah ini adalah pengalaman jatuh-bangun, menang-kalah, dalam kehidupan Bani Israil.
Salah satu momentum yang paling berat dalam kehidupan mereka setelah mereka eksodus dari Mesir ke Palestina ialah bahwa mereka selalu kalah dalam semua peperangan-peperangan yang mereka hadapi. Kabilah atau kerajaan yang selalu mengalahkan mereka yang disebutkan di dalam sejarah adalah sosok raksasa. Karena itu, simbolisasi dari manusia yang disebut raksasa dalam sejarah itu adalah Jalut.
Bani Israil ini sudah tidak lagi mampu melawan dan mereka terus kalah dalam berbagai pertempuran. Termasuk di dalam riwayat yang disebutkan adalah bahwasanya tabut yang mereka miliki, yang merupakan sumber keterangan mereka, yang diturunkan Allah kepada mereka, yang dulu di zaman Nabi Musa selalu menjadi simbol keterangan dan ketenangan di dalam peperangan yang mereka hadapi itu dirampas oleh [musuh] mereka.
Karena itu, para elite Bani Israil memohon kepada nabi mereka pada waktu itu yang bernama Samuel agar Allah menurunkan kepada mereka seorang raja. “Mintalah kepada Allah supaya engkau mengutus seorang raja bagi kami; raja yang akan memimpin pertempuran menghadapi pasukan [raksasa].”
Dan doa mereka ini dikabulkan. Lalu Allah SWT mengangkat seorang raja di antara mereka yang bernama Thalut untuk memimpin pertempuran ini. Thalut pun memimpin pertempuran ini bersama 80 ribu pasukannya. Sebuah sungai yang membatasi Palestina dan Yordania itu adalah rute yang akan mereka lalui. Dan Thalut berpesan kepada tentaranya, “Nanti kalau kalian menikmati sungai itu, jangan ada yang minum dari sungai itu kecuali hanya sekedar untuk membasahi mulut.”
Kenyataannya, menurut riwayat, 76 ribu dari pasukan ini minum yang banyak dari sungai ini. Dan karena itu, ketika mereka mulai berhadapan dengan pasukan Jalut, mereka mengatakan, “Wahai Raja, kita tidak mampu menghadapi Jalut dan pasukannya yang begitu besar.”
“Dan berkatalah orang yang yakin bahwa mereka nanti akan bertemu dengan Allah, ‘Berapa banyak pasukan kecil yang bisa mengalahkan pasukan besar dengan ridha(?)’. Saat ketakutan itu memuncak dan pasukan sudah saling berhadapan, Jalut berteriak kasar, “Siapa yang akan maju menantang saya?”
Ada seorang anak muda yang sebenarnya diutus oleh bapaknya untuk memberikan laporan tentang tiga saudaranya yang ikut dalam pertempuran ini. Tapi begitu dia melihat Jalut berdiri menantang dan tidak melihat satu pun prajurit yang berani menantang, dia menghampiri Thalut dan berkata, “Kalau saya bisa membunuh Jalut itu, saya dapat apa?”
Maka Thalut mengatakan, “Yang bisa membunuh Jalut akan saya nikahkan dengan putriku dan kuikutkan di dalam kerajaan, dan kuberikan baginya sebagian dari harta kerajaan.”
Lalu Daud pun maju dan mengambil beberapa buah batu dari kantongnya, lalu melempar batu itu kepada Jalut dan tepat mengenai jidatnya, dan seketika Jalut tersungkur jatuh dan mati. Lalu kemudian, Daud datang kepada Jalut dan mengambil pedangnya, dan menyembelih leher [Jalut] dengan pedang itu.
Setelah itu, pasukan Bani Israil bergerak maju, mendapatkan keberanian yang luar biasa, dan tiba-tiba mereka semuanya memenangkan pertempuran dengan izin Allah SWT.
Kita seringkali mendengarkan cerita itu, tapi tidak pernah mengerti benar mengambil pelajaran dari cerita itu.
Kemenangan ini ada penjelasannya. Yang pertama, kekuatan spiritual. Dalam keyakinan kita, sebesar-besarnya manusia, dia tetap saja manusia dan bukan Tuhan. Dan karena itu dia tidak mengendalikan jalannya manusia dan tidak menentukan hidup-mati seseorang. Dia punya satu nyawa, kita punya satu nyawa. Dan yang punya hak untuk mencabut nyawa itu hanya satu, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, tatkala mereka menghadapi pasukan Jalut dan kendaraannya itu, [mereka berdoa] “Ya Allah, beri kami kesempatan dan tegangkan, teguhkan kaki kami. Pendirian kami. Dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir ini.”
Kunci dari kekuatan spiritual ini yang pertama adalah kesabaran. Dan itu berarti daya tahan. Yang kedua adalah ketabahan. Mampu hidup dalam tekanan dalam waktu yang lama. Hidup dalam ketakutan dalam waktu yang lama. Hidup dalam tekanan dalam waktu yang lama. Dan itu adalah tawakkal terhadap Allah SWT. Itulah rahasia yang pertama.
Rahasia yang kedua adalah keunggulan kreativitas. Kita melihat bahwasanya Daud ini badannya jauh lebih kecil daripada Jalut. Pedangnya Jalut terlalu besar untuk dihadapi Nabi Daud. Pasukannya juga terlalu besar. Dan yang dimiliki oleh Daud adalah beberapa buah batu saja. Tapi yang dimaksud dengan keunggulan kreatif adalah (dan ini yang ditemukan orang dalam strategi perang) jangan pernah bertempur di medan tempur yang dikuasai oleh musuhmu. Jangan pernah bertempur di medan tempur di mana senjata yang paling ampuh adalah senjata yang dimiliki musuhmu. Bertempurlah di medan tempur yang kamu rasa, kamu lebih menguasai medan tempur itu. Gunakanlah senjata yang kamu miliki pada titik kelemahan yang dimiliki oleh musuhmu itu. Jalut tidak pernah berpikir bahwa dia akan menghadapi batu, bukan pedang. Jalut tidak pernah berpikir bahwa dia akan menghadapi anak remaja, bukan orang yang sebesar dia. Dan karena itu dia tidak pernah tahu kelemahan senjata yang dia gunakan.
Daud memperkirakan itu dengan tepat. Kalau saya bertempur pakai pedang, saya pasti kalah. Kalau saya bergulat, saya pasti kalah. Tapi kalau saya menjaga jarak dengan dia dan menggunakan batu, batu bisa efektif dalam membunuh dia. Dan itulah yang terjadi. Itu inovasi. Itu kecerdasan. Dan itulah yang dilakukan oleh Daud. Jadi, dia membuat jumlah yang besar itu menjadi tidak relevan.
Kita seringkali berpikir bahwa kalau pasukan sedikit melawan [pasukan] besar, biar Allah sendiri yang akan menolong dengan cara-Nya. Tapi selalu ada cara-cara maksimal untuk menjelaskan itu. Dan ini adalah penjelasannya, bahwa ia menggunakan senjata yang dimiliki tepat pada sasaran berupa pusat kelemahan lawan. Ini adalah rahasianya. Jumlah yang banyak dan jumlah yang kecil bukan faktor yang menentukan dalam pertempuran. Sarana yang banyak, persenjataan yang banyak, bukan faktor yang menentukan dalam pertempuran.
Sekarang kita mengenal satu teori yang mengatakan bahwasanya jika sarana yang dimiliki seseorang, fasilitas yang dimiliki seseorang, melebihi kebutuhannya, maka sarananya akan menjadi sumber masalah. Jika sarana yang kita memiliki sesuai kebutuhan kita untuk mencapai tujuan maka sarana itu biasanya efektif mendorong kita mencapai tujuan.
Inilah yang menjelaskan, mengapa kaum muslimin waktu jumlahnya masih sedikit mampu mengalahkan Persia dan Romawi dan ketika jumlah mereka banyak, kekayaan mereka banyak, mereka kalah dalam perang melawan bangsa Tartar dan kalah dalam Perang Salib. Teori ini yang menjelaskan itu, bahwa kekayaan mereka melampaui kebutuhan mereka, fasilitas dan sarana mereka melampaui kebutuhan mereka. Ketika semuanya melampaui itu, maka kekayaan, fasilitas, dan sumber daya itu menjadi masalah dan bukan menjadi seperti supporting system atau alat pendukung untuk mencapai kemenangan yang ingin kita raih.
Inilah tiga penjelasan tentang mengapa pasukan kecil bisa mengalahkan pasukan besar.
0 komentar:
Posting Komentar